“Kalau kita menikah nanti, rumah harus dipenuhi aroma kopi, siang dan
sore.” “Loohh… aku kan ndak suka kopi. Teh lebih menyehatkan. Apalagi
teh hijau. Protesku dengan cepat.” “Yah, kamu ndak usah meminumnya,
cukup menciumnya. Pelan2 belajar mencintai aroma kopi lalu pelan-pelan
menyeruputnya. Kopi tak pernah memaksa dirinya untuk dicintai loh,
tetapi kita manusia yang sudah mengenalnya akan terus menerus jatuh
cinta kepadanya.”
Dan sekarang aku duduk di pojokan kedai favorit kami ditemani dengan
secangkir kopi dengan lambang hati di atasnya. Ada banyak cinta antara
aku dan kopi tetapi juga ada luka di dalam setiap cangkirnya. Rinduku
hanya bisa kuwujudkan dengan mencium aroma dan memandang cangkir2 yang
tak akan pernah berani kuseruput. Terlalu pahit walau dijejali kilo-an
gula. Kubiarkan kopi menguap meninggalkan aroma khasnya karena ku tahu
di dekatku ia akan duduk dan menciumnya, tak berwujud sama seperti
aroma-aroma itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar